Agama Jain ( Ajaran dan Peraktek Keagamaan
)
A.
Pendahuluan
Agama
jaina adalah sebuah agama yang sangat kuno di India. Sebagaimana agama Buddha,
agama ini menolak kekuasaan Weda, sehingga Jaina dianggap sebagai pecahan paham
Bramanisme. Agama jaina muncul pada zaman Wiracarita atau pada akhir zaman
Brahmana, yang pada saat itu adanya perdebatan yang sengit antara orang – orang
yang mempercayai adanya tuhan dan orang – orang yang tidak mempercayainya.
Agama
Jaina adalah agama yang nimoritas, ia hanya tersebar luas di daerah India saja,
akan tetapi agama Jaina lebih dahulu dari agama Buddha. Kedua agama ini
merupakan reaksi dari perikeadaan di dalam agama Hindu mengenai masalah
perkembangan ajarannya pada masa belakangan.
Jaina
berarti “ Penaklukan ” jadi agama Jaina berarti “ agama Penaklukan ” yaitu
penakhlukan kodrat – kodrat syahwati di dalam tata hidup manusiawi. Pendiri
agama Jaina yaitu Nataputta Vardhamana pada abad ke 6SM. Yang di dapatkan dari
panggilan Mahavira yaitu pahlawan besar.
Bagi
Jainisme, kehidupan di dunia ini diabadikan atau dibuat kekal oleh peralihan
jiwa yang secara hakiki telah membuat keburukan dan penderitaan. Menurut agama
Jaina tujuan dari hidup itu adalah untuk mengakhiri siklus kehidupan atau
rangkaian kelahiran kembali, yang dapat tercapai apabila manusia berhasil
memiliki pengetahuan yang benar, pengetahuan yang benar ini adalah tentang hal
– hal yang menyangkut kelepasan.
B.
Ajaran Pokok Agama Jaina
Ada beberapa ajaran pokok Jainisme yaitu:
1. Tentang kitab suci
2. Konsep tentang Tuhan
3. Konsep tentang alam
4. Konsep tentang karma, samsara, dan moksa
5. Konsep tentang roh
Di dalam agama Jain ada terdapat beberapa sekte yaitu:
1.
Sekte Digambara ( berpakaian langit
). Mengabaikan semua pakaian, sekte ini adalah
sekte awal agama Jain, yang mana pada sekte ini mereka para pendeta Jain
menikuti apa – apa yang dilakukan oleh Mahavira yaitu hidup sederhana, dengan
cara melepaskan pakaian dengan tiada rasa malu, dan membunuh rasa lapar dan
rasa malu yang ada pada dirinya, karena menurut agama Jain rasa malu itu adalah
dosa jadi bila rasa malu masih ada maka mereka belum dapat sampai pada
penyelamatannya. Tidak seorangpun yang dapat sampai pada
penyelamatan selama orang tersebut masih teringat akan malu.[1] Dan menurut agama Jain bunuh diri adalah suatu yang dianggap sebagai
tujuan atau hadih yang hanya diberikan kepada golongan khusus yaitu para
pendeta jain dengan cara berlapar – lapar selama 12 sampai 13 tahun di alam
bebas hingga mati.
2.
Sekte Sthanakavasi, muncul sebagai sekte yang
menolak adanya penyembahan berhala di dalam ajaran Jainisme. Pada sekte ini mereka menolak adanya penyembahan
terhadap suatu benda.
3.
Sekte Shvetambara ( berpakaian putih
). Yaitu kelompok yang menolak doktrin dari sekte Digambara dan membuat
golongan sendiri. Dalam kelompok ini mereka menggunakan
busana putih, mereka melakukan hal tersebut tidak lain atas ketidak setujuan
mereka atas sekte Digambara tersebut, yang mana para pengikut mereka tanpa
menggunakan busana.[2]
1.
Kitab Suci
Jainisme mempunyai kitab suci yang bernama Siddhanta yang berarti
pembahasan. Kitab suci ini adalah berupa kumpulan pidato
– pidato dan pesan – pesan Mahavira. Pada awalnya pidato dan pesan – pesan ini
hanya disebarkan kepada murid – muridnya kemudian kepada pendeta – pendeta dan
sampai ahli ahli ibadah dalam agama jain hanya melalui lisan, karena takut akan
hilang dan tercampur oleh ajaran – ajaran lain maka dikumpulkan pesan – pesan
dan pidato – pidato tersebut menjadi sebuah kitab, sekitar abad ke-4 SM.[3] dan dapat
disebut juga sebagai Agamas yang berarti perintah/ajaran. Kitab Jainisme ini di
susun oleh Ardhamagandhi yang terdiri dari 12 bab (Angas), dan pada Angas
terakhir yini dibagi menjadi 14 Purwa dan 11 Anga. Para penganut Jain mereka
mempercayai bahwa kitab asli yang dari zaman Thirtankara pertama yaitu terbagi
menjadi dua macam yaitu Purwa dan Anga, yang mana mempunyai 14 Purwa, sedangkan
Anga itu sendiri terdiri dari 11 Anga. Dan dari 11 Anga tersebut mempunyai 45 teks.
Pada pembagian kitab suci di dalam agama
Jain terdapat perbedaan dari setiap sekte, seperti sekte Digambara yang
mengakui adanya 80 Angas, sedangkan pada sekte Svetambara mengakui adanya 45
Angas, dan pada sekte Sthanavaksi mereka hanya mengakui 33 Angas. Terjadinya
perbedaan pembagian kitab di dalam setiap sekte, karena adanya perbedaan dari
cara berfikir mereka, ada juga ingin
memperbaharui agama tersebut.
Sekte Digambara masih sangat kental dengan
ajaran – ajaran yang di bawa oleh Mahavira seperti tidak memakai baju, tidak memakan
makanan yang bernyawa (vegetarian), maka dari itu kitab – kitab mereka itu
lebih banyak dari pada sekte – sekte yang lainnya.
Sedangkan sekte Svetambara adalah sekte yang muncul akibat ketidak
setujuan mereka dengan penyembahan kepada berhala, sekte ini sudah diperbaharui
maka dari itu pada sekti ini hanya
mempercayai 45 Angas, mereka lebih meminimalisir ajaran – ajaran yang telah di
bawa oleh Mahavira, maka dari itu sekte Digambara mengatakan bahwa sekte
Svetambara adalah sekte sesat yang telah menyimpang dari ajaran – ajaran
Mahavira.
Sekte Sthanavaksi adalah sekte modern dalam agama Jain mereka sudah
tidak lagi mengikuti ajaran Mahavira yang tidak berbusana, pada sekti ini salah
satu ciri khas mereka yaitu memakai pakaian yang putih. Pada sekti ini kitab
yang diakuinya hanya 33 Angas saja karena perkembangan zaman dan perkembangan
pemikiran umat jain agar agama yang dianutnya tersebut sesuai dengan
perkembangan zaman.
2. Konsep Tentang Tuhan
Di dalam konsep ketuhanan agama Jain tidak
menerima adanya Tuhan, akan tetapi Jain tidak dapat dikatakan sebagai atheis
akan tetapi lebih tepatnya non theis, karena agama Jain ini walau mereka tidak
mempercayai adanya Tuhan akan tetapi mereka mengakui adanya keberadaan yang
disebut dengan sang maha kuat, akan tetapi sang maha kuat itu sendiri adalah
manusia.[4]
Agama Jain mempercayai bahwa manusia, binatang, dan tumbuh – tumbuhan sudah
terdiri dari badan dan ruh. Agama Jain mempercayai bahwa ruh itu kekal dan
mengalami hukum pengembalian kembali dengan sendirinya.
Alasan Jain tidak mengakui adanya tuhan
karena mereka menganggap bahwa Tuhan itu tidak penting karena manusia dengan
kekuatannya sendiri pun dapat mencapai kelepasannya. Menurut agama Jain tuhan
bukanlah pencipta dan penguasa dunia, akan tetapi dunia ini sudah ada dengan
sendirinya.
3. Konsep Tentang Alam
Di dalam konseep Alam agama Jain mempercayai adanya
makhluk hidup, adanya makhluk yang tak hidup, adanya hubungan dari makhluk
hidup dan yang tak hidup. Agama Jain membegi alam menjadi dua kategori yaitu
zat yang hidup (jiva) dan yang tidak hidup (ajiva). Sedangkan ajiva mempunyai
lima substansi yaitu Benda (pudgala), Dharma, Adharma, Ruang (akasa), Waktu (kala).
Dan
kelima unsur ajiva itu disebut dengan enam dravya, substansi Dravya adalah zat
yang ada dengan sendirinya dan bebas dari unsur – unsur lain. Sedangan unsur
lain tidak akan ada tanpa substansi. Contoh: tanah sebagai substansi telah
terdapat dari periuk yang terjadi dari tanah. Jadi, tanah selalu ada dan telah
ada pada apa yang dihasilkannya, sedangkan periuk tidak dapat terjadi tanpa
tanah.[5]
Substansi
jva dan ajiva adalah kekal, tidak diciptakan, tidak ada mula dan akhirnya, jadi
alam itu tidak ada sebab awal terjadinya, alam ini sudah ada dengan sendirinya.
4. Konsep Karma, Samsara, dan Moksa
Agama Jain menerima adanya karma dan
samsara, yang mana karma yaitu sebab akibat dari perbuatan manusia. Seperti
jika kita berbuat baik maka cepat atau lambat perbuatan baik tersebut akan di
balas dengan kebaikan, dan juga sebaliknya jika kita berbuat buruk maka kita
pun akan menerima keburkan lagi. Karma dapat dibersihkan dengan pembersihan
jiwa atau yang disebut dengan “Nijana” karma akan hilang dari jiwa jika proses
nirjana tersebut berjalan lancer dan tanpa hambatan.
Karma adalah energy jiwa yang mana dengan
energy tersebut menyebabkan penggabungan jiwa dengan benda dan kekotoran dari
jiwa itu. Karma yang menjadi mata rantai dalam kesatuan antara tubuh dan jiwa.
Karma masuk kedalam jiwa melalui perbuatan
manusia, maka untuk menahan aliran karma yang lainnya ke dalam jiwa, seseorang
harus menutup saluran yang dapat dilalui oleh karma tersebut dengan cara
memperhatikan tubuhnya, cara berbicara, dan akalnya dengan sunggunh – sungguh.
Jadi seseorang tidak diperbolehkan untuk memikirkan dan mengingikan berbuat
kejahatan. Jadi cara untuk menahan aliran tersebut dengan cara asketisme atau
meditasi.
Setiap karma memiliki perbedaan dalam
memberikan efek dan cara untuk membersihkannya.
Karma mempunyai enam warna atau disebut dengan “lesya”. Warna – warna
ini memiliki wataknya masing – masing seperti warna hitam, biru, abu – abu
menunjukan karakter yang jelek sedangkan kuning, merah, putih menunjukan
kerakter yang baik.
Proses pembersihan karma disebut nirjana.
Jika proses pembersihan ini berjalan secara teratur maka karma akan hilang
dari jiwa, dan jika cara pembersihan ini berhasil terus menerus maka jiwa akan
terasa ringan, karena sesunguhnya materi itu berat sedangkan karma itu adalah
materi. Jika jiwa sudah ringan maka jiwa akan melambung terus ke atas menuju
puncak alam semesta, dan di puncak alam semesta (moksa) tersebut adalah tempat
tinggalnya jiwa – jiwa yang telah terbebaskan.[6]
Moksa pada agama jain tidak sama seperti hindu yang bersatunya
atsman dengan Brahmana. Akan tetapi moksa dimaknai dengan jwa mencapai
kesempurnaan yaitu menemukan kembali hakikatnya sebagai kesadaran murni,
pengetahuan yang tak terbatas, ke kuatan yang tak terbatas dan kebahagiaan.
5. Konsep Tentang Roh
mahavira
mrngajarkan bahwa hanya benda yang hidup yang mempunyai jiwa, tetapi juga semua
benda seperti pohon, air, api dan tanaman juga
mempunyai roh.
jiwa, menurut jainisme ada dua macam, yaitu jiwa yang masih terikat
keduniawian (samsarin), dan jiwa yang telah terbebaskan (muktif). Jiwa yang
masih terjerat kedunawian adalah jiwa yang masuk ke dalam makluk hidup di dunia dan masih menjalani
siklus kehidupan. Bahkan jika seseorang hidup perbuatanya jahat, dia
bukan saja terlahir lagi dengan rupa makluk hidup, seperti badan babi, ular
atau katak, bahkan mungkin dia akan terlahir menjadi wortel, biet, atau bawang.
jiwa yang telah terbebaskan adalah jiwa yang tidak masuk lagi ke dalam siklus kelahiran Jiwa
seperti ini telah mencapai kesucian absolut dan menempati kesempurnaan di
puncak alam semesta; tidak lagi berhubungan dengan kejadian-kejadian duniawi
karena telah mencapai nirwana, atau nirviki atau mukti.
C. Praktek Keagamaan
1. Asketisme
Jainisme sangat mementingkan asketisme, yang mana dicontohkan dalam
perjuangan rohani Mahavira. Praktek asketik yang dicontohkan oleh Mahavira itu
sangat keras dan ketat. Yang paling
utama adalah “jangan membunuh sesuatu yang hidup, atau melukainya, baik dengan
kata – kata maupun pikiran atau perbuatan. Jangan membunuh binatang untuk
dimakan, jangan berburu hewan, memancing ikan, membunuh nyamuk, menginjak
cacing, dll, karena mereka memiliki jiwa.
Karena kemampuan manusia itu berbeda – beda dalam menjalankan
agamanya maka dibagilah dua golongan yaitu: golongan khusus dan golongan umum.
- Golongan khusus yaitu pendeta – pendeta, orang – orang pertapa, yang kuat dan mampu melakukan ritual pelatihan jiwa yang berat dan melelahkan.
- Golongan umum yaitu mereka yang tidak melakukan ritual – ritual yang berat akan tetapi berkewajiban menyanggupi semua ajaran Jainisme dan beretika dengan akhlak dan perilaku orang – orang Jain dan bersedekah kepada para pendeta.
- Etika Jain
Etika Jain didasarkan pada tiga mustika jiwa, yang merupakan jalan
menuju nirwana, yaitu kepercayaan yang benar, pengetahuan yang benar, dan
kelakuan yang benar. Untuk kalangan pendeta ada lima sumpah yang disebut dengan
lima sumpah agung (mahavrat). Sedangkan untuk kalangan awam lima sumpah
tersebut lebih sederhana yang disesuaikan tingkat keawamannya yang dijabarkan
dalam etika sehari – hari yaitu ada 12:
1.
Tidak pernah sengaja membunuh
makhluk yang berorgan syaraf indra
- Tidak pernah berbohong
- Tidak mencuri
- Tidak berzinah
- Tidak tamak
- Menghindari godaan – godaan
- Membatasi jumlah barang yang digunakan sehari – hari
- Menjaga hal yang berlawanan dari kesalahan – kesalahan
- Menjaga periode – priode meditasi yang telah dicapai
- Mengamati priode – priode penolakan diri
- Memanfaatkan kesempatan sebagai pendeta
- Memberi sedekah.
3. Kewajiban Pendeta Jain
Mahavira telah menetapkan lima sumpah yang wajib dilaksanakan oleh
para pendeta untuk memperoleh pengetahuan agung dan kebahagiaan abadi atau
nirwana. Kesungguhan menjalankan sumpah tersebut yaitu diksa. Lima sumpah
tersebut yaitu:
1.
Menghindari menyakitai dan membunuh
makhluk hidup
2.
Tidak melakukan kebohongan dan
selalu melakukan kebaikan
3.
Menghindari diri dari mencuri
4.
Menghindari perbuatan seksual dan
keharusan tidak menikah
5.
Menghindari semua keinginan duniawi,
khususnya keinginan memiliki peribadi.
Bagi orang awam, kelima sumpah tersebut
sangat berat sekali, maka dari itu lima sumpah tersebut dinamakan sumpah agung
(mahavrat). Akan tetapi orang awm pun harus melakukan lima sumpah tersebut
tetapi tidak sama halnya dengan kaum pendeta, orang awam mereka melakukan
sumpah tersebut tergantung dengan kondisi keawamannya. Maka dari itu untuk
orang awan disebut dengan sumpah kecil (anuvrata).
Para pendeta yang sudah menetapkan diri untuk melaksanakan sumpah
itu maka agar dapat bertahan dalam kondisi itu harus ditopang tujuh disiplin
hidup, yaitu:
1.
Harus menjaga asvara/masuknya karma
dalam jiwa, yang dilakukan dengan yoga.
2.
Untuk menghindari dosa harus
memperhatikan 5 samiti, yaitu: berjalan hati-hati, berbicara, mengumpulkan
sedekah, mengambil atau meletakan barang dan mengosongkan tubuh.
3.
Memiliki 10 kebajikan tertinggi
(utamadharma), yaitu: kesabaran kelembutan hati, ketulusan hati, kesucian, rasa
ikhlas, kesederhanaan, bebas dari duniawi, kemurnian hati.
4.
Merealisasikan kehidupan suci yang
benar-benar, yang membutuhkan 12 refleksi yang disebut anupreksa (bhavana)
yaitu tentang sifat kefanaan dari semua, ketidak berdayaan manusia, penderitaan
didunia,dll.
5.
Menjaga jalan hidup yang benar untuk
mencapai kesempurnaan hidup.
6.
Mengontrol tingkah laku yang terdiri
dari 5 tingkatan: menyebabkan dosa, dan tingkatan tertinggi yang mengusahakan
hilangnya karma sebagai langkah awal kebebasan abadi.
4. Ritual
Ada beberapa ritual yang sangat
penting bagi agama jain yaitu:
- Samyika yaitu ritual berlatih ketenangan jiwa dengan cara duduk bermeditasi selama 48 menit
- Chaturvimshati yaitu pemujaan 24 Tirtankara setelah mencapai sambhav di samayik
- Vandan yaitu penghormatan kepada para pendeta dan guru
- Praktikramana yaitu pertobatan dengan mengakui dosa yang telah dilakukan serta menyesalinya
- Prathyakyana yaitu penolakan kegiatan tertentu untuk mengurangi karma
- Kayotsarya yaitu meditasi jiwa.
5. Puasa
Puasa dalam agama jain dilakukan pada hari
– hari tertentu. Puasa dilakukan sebagi penebusan dosa, membersihkan badan dan
fikiran sebagaimana Mahavira yang meluangkan waktunya untuk banyk berpuasa. Ada
beberapa jenis puasa yaitu:
- Puasa penuh : tidak makan dan minum secara penuh dalam jangka waktu tertentu
- Puasa sebagian : makan lebih sedikit dari yang dibtuhkan untuk mencegah lapar
- Vruti Sankshepa : membatasi jenis makanan yang dimakan
- Rasa Parityaga : menghndari makanan yang disukai
- Puasa Agung : beberapa pendeta jain berpuasa berbulan bulan dalam sekali puasa.
6. Hari – hari
perayaan
Ada beberapa festival keagamaan
(parvas) dalam jainisme yaitu:
- Paryushana : festival ini dilakukan pada setiap tahun pemurnian diri dengan cara berpuasa, dalam sekte Svetambara selama 8 hari dan Digambara selama 10 hari berpuasa.
- Mahavira Jayanti : ulang tahun Mahavira, yang dilakukan pada hari ke13 dua minggu dari bulan Chaitra sekitar akhir maret/awal april. Penganutnya berkumpul dikuil untuk mendengarkan dari ajaran Mahavira.
- Diwali : Peringatan Mahavira mencapai nirwana, yang biasa dilakukan pada bulan oktober/november.
- Deepavali : “festival cahaya” yang melambangkan kemenangan baik dari yang buruk, lampu yang dinyalakan sebagai tanda perayaan serta harapan umat manusia, yang biasa dilakukan 5 hari berturut-turut, dan biasa terjadi pada oktober/november.
D. Kesimpulan
Agama jain adalah agama yang terlahir
akibat ketidak senangan sistem kasta dan kaum Brahman dalam agama Hindu, yang
pada waktu itu kaum Brahman sangat berkuasa atas persembahan kepada dewa
(korban), dan adanya sistem kasta yang membuat seseorang itu selalu dibatasi
untuk melakukan sesuatu, seperti yang hanya dapat membaca kitab hanyalah
golongan dari Brahmana (pendeta) selain itu tidak boleh. Agama Jain sama halnya
dengan agama – agama lain, yang memiliki ajaran – ajaran pokok, seperti tentang
kitab suci, konsep tentang Tuhan, konsep tentang alam, konsep tentang karma,
samsara, dan moksa, konsep tentang roh.
Seperti kitab suci Agama Jain yang berupa
kumpulan pesan, dan pidato dari Mahavira. Semua pesan dan pidato tersebut pada
awalnya hanya disebarkan melalui lisan saja, akan tetapi seiring berjalannya
waktu seluruh pesan dan pidato Mahavira tersebut dibukukan dan menjadi sebuah
kitab suci yang bernama Siddhanta.
Agama Jain tidak menerima adanya tuhan,
tetapi mereka masih mempercayai bahwasanya ada sesuatu yang maha kuat, akan
tetapi yang maha kuat yang mereka maksud itu adalah manusia karena manusia lah
yang dapat melakukan sesuatu, tanpa adanya campur tangan dengan yang lainnya
untuk mencapai kelepasan.
Sama halnya dengan agama Hindu, agama Jain
pun mempunya konsep tentang karma yang mana segala perbuatan itu pasti akan ada
balasannya di dunia atau pun di hari akhir nanti, dan samsara adalah balasan
dari perbuatan buruk tersebut, dan konsep moksa di agama Jain mengambil konsep
dari agama Hindu, yang mana harus lah bersih sebelum mencapai moksa, yaitu
dengan cara pembersihan karma yang disebut Nirjana.
Di dalam agama Jain terdapat ajaran –
ajaran yaitu yang berupa Asketisme: mengikuti kehidupan Mahavira yang
berperilaku baik, tidak berbohong, tidak memakan makhluk yang bernyawa, dll.
Dan hal tersebut menjadi etika dalam agama Jain, seperti tidak boleh pelit,
zinah, berbohong, dll.
Agama Jain mengajarkan pula tentang puasa, dan mereka membagi puasa
itu: Puasa penuh : tidak makan dan minum secara penuh dalam jangka waktu
tertentu, Puasa sebagian : makan lebih sedikit dari yang dibtuhkan untuk
mencegah lapar, Vruti Sankshepa : membatasi jenis makanan yang dimakan, Rasa
Parityaga : menghndari makanan yang disukai, Puasa Agung yaitu pendeta jain berpuasa
berbulan bulan dalam sekali puasa.
Dan ada pula beberapa perayaan di dalam agama Jain ini, paryushana
yaitu perayaan yang di lakukan dengan cara berpuasa, Mahavira Jayanti yaitu
perayaan atas kelahirannya Mahavira, Diwali yaitu peringatan akan Mahavira yang
mencapai Nirwana, Deevapali yaitu festival cahaya, yang mana kemenangan atas
kebaikan melawan kejahatan.
DAFTAR PUSTAKA
Damami Moechammad, Agama – agama
Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988
Shalaby, Ahmad. Agama – agama
Besar di India. Jakarta: Bumi Aksara, 1998
Nadroh, Siti, Syaiful Azmi. Agama
– agama Minor. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013
[1]
. Ahmad Shalaby, Agama –
agama Besar di India, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), hal. 101
[2]
.Ibid, hal. 110
[4]
. Siti Nadroh, Syaiful Azmi, Agama
– agama Minor, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013), hal. 68
[5]
.Moechammad Damami, Agama –
agama Dunia, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), hal. 163
[6]
.Ibid, hal. 166
[7] .Ibid, hal. 176
Tidak ada komentar:
Posting Komentar