Minggu, 12 April 2015

Agama Jain ( Ajaran dan Peraktek Keagamaan )


Agama Jain ( Ajaran dan Peraktek Keagamaan )

A.     Pendahuluan

Agama jaina adalah sebuah agama yang sangat kuno di India. Sebagaimana agama Buddha, agama ini menolak kekuasaan Weda, sehingga Jaina dianggap sebagai pecahan paham Bramanisme. Agama jaina muncul pada zaman Wiracarita atau pada akhir zaman Brahmana, yang pada saat itu adanya perdebatan yang sengit antara orang – orang yang mempercayai adanya tuhan dan orang – orang yang tidak mempercayainya.

Agama Jaina adalah agama yang nimoritas, ia hanya tersebar luas di daerah India saja, akan tetapi agama Jaina lebih dahulu dari agama Buddha. Kedua agama ini merupakan reaksi dari perikeadaan di dalam agama Hindu mengenai masalah perkembangan ajarannya pada masa belakangan.

Jaina berarti “ Penaklukan ” jadi agama Jaina berarti “ agama Penaklukan ” yaitu penakhlukan kodrat – kodrat syahwati di dalam tata hidup manusiawi. Pendiri agama Jaina yaitu Nataputta Vardhamana pada abad ke 6SM. Yang di dapatkan dari panggilan Mahavira yaitu pahlawan besar.

Bagi Jainisme, kehidupan di dunia ini diabadikan atau dibuat kekal oleh peralihan jiwa yang secara hakiki telah membuat keburukan dan penderitaan. Menurut agama Jaina tujuan dari hidup itu adalah untuk mengakhiri siklus kehidupan atau rangkaian kelahiran kembali, yang dapat tercapai apabila manusia berhasil memiliki pengetahuan yang benar, pengetahuan yang benar ini adalah tentang hal – hal yang menyangkut kelepasan.

B.      Ajaran Pokok Agama Jaina
Ada beberapa ajaran pokok Jainisme yaitu:
1.      Tentang kitab suci
2.      Konsep tentang Tuhan
3.      Konsep tentang alam
4.      Konsep tentang karma, samsara, dan moksa
5.      Konsep tentang roh
Di dalam agama Jain ada terdapat beberapa sekte yaitu:
1.      Sekte Digambara ( berpakaian langit ).  Mengabaikan semua pakaian, sekte ini adalah sekte awal agama Jain, yang mana pada sekte ini mereka para pendeta Jain menikuti apa – apa yang dilakukan oleh Mahavira yaitu hidup sederhana, dengan cara melepaskan pakaian dengan tiada rasa malu, dan membunuh rasa lapar dan rasa malu yang ada pada dirinya, karena menurut agama Jain rasa malu itu adalah dosa jadi bila rasa malu masih ada maka mereka belum dapat sampai pada penyelamatannya. Tidak seorangpun yang dapat sampai pada penyelamatan selama orang tersebut masih teringat akan malu.[1] Dan menurut agama Jain bunuh diri adalah suatu yang dianggap sebagai tujuan atau hadih yang hanya diberikan kepada golongan khusus yaitu para pendeta jain dengan cara berlapar – lapar selama 12 sampai 13 tahun di alam bebas hingga mati.

2.      Sekte  Sthanakavasi, muncul sebagai sekte yang menolak adanya penyembahan berhala di dalam ajaran Jainisme. Pada sekte ini mereka menolak adanya penyembahan terhadap suatu benda.


3.      Sekte Shvetambara ( berpakaian putih ). Yaitu kelompok yang menolak doktrin dari sekte Digambara dan membuat golongan sendiri. Dalam kelompok ini mereka menggunakan busana putih, mereka melakukan hal tersebut tidak lain atas ketidak setujuan mereka atas sekte Digambara tersebut, yang mana para pengikut mereka tanpa menggunakan busana.[2]


1.      Kitab Suci
Jainisme mempunyai kitab suci yang bernama Siddhanta yang berarti pembahasan. Kitab suci ini adalah berupa kumpulan pidato – pidato dan pesan – pesan Mahavira. Pada awalnya pidato dan pesan – pesan ini hanya disebarkan kepada murid – muridnya kemudian kepada pendeta – pendeta dan sampai ahli ahli ibadah dalam agama jain hanya melalui lisan, karena takut akan hilang dan tercampur oleh ajaran – ajaran lain maka dikumpulkan pesan – pesan dan pidato – pidato tersebut menjadi sebuah kitab, sekitar abad ke-4 SM.[3] dan dapat disebut juga sebagai Agamas yang berarti perintah/ajaran. Kitab Jainisme ini di susun oleh Ardhamagandhi yang terdiri dari 12 bab (Angas), dan pada Angas terakhir yini dibagi menjadi 14 Purwa dan 11 Anga. Para penganut Jain mereka mempercayai bahwa kitab asli yang dari zaman Thirtankara pertama yaitu terbagi menjadi dua macam yaitu Purwa dan Anga, yang mana mempunyai 14 Purwa, sedangkan Anga itu sendiri terdiri dari 11 Anga. Dan dari 11 Anga tersebut mempunyai 45 teks.
Pada pembagian kitab suci di dalam agama Jain terdapat perbedaan dari setiap sekte, seperti sekte Digambara yang mengakui adanya 80 Angas, sedangkan pada sekte Svetambara mengakui adanya 45 Angas, dan pada sekte Sthanavaksi mereka hanya mengakui 33 Angas. Terjadinya perbedaan pembagian kitab di dalam setiap sekte, karena adanya perbedaan dari cara berfikir mereka, ada  juga ingin memperbaharui agama tersebut.
Sekte Digambara masih sangat kental dengan ajaran – ajaran yang di bawa oleh Mahavira seperti tidak memakai baju, tidak memakan makanan yang bernyawa (vegetarian), maka dari itu kitab – kitab mereka itu lebih banyak dari pada sekte – sekte yang lainnya.
Sedangkan sekte Svetambara adalah sekte yang muncul akibat ketidak setujuan mereka dengan penyembahan kepada berhala, sekte ini sudah diperbaharui  maka dari itu pada sekti ini hanya mempercayai 45 Angas, mereka lebih meminimalisir ajaran – ajaran yang telah di bawa oleh Mahavira, maka dari itu sekte Digambara mengatakan bahwa sekte Svetambara adalah sekte sesat yang telah menyimpang dari ajaran – ajaran Mahavira.
Sekte Sthanavaksi adalah sekte modern dalam agama Jain mereka sudah tidak lagi mengikuti ajaran Mahavira yang tidak berbusana, pada sekti ini salah satu ciri khas mereka yaitu memakai pakaian yang putih. Pada sekti ini kitab yang diakuinya hanya 33 Angas saja karena perkembangan zaman dan perkembangan pemikiran umat jain agar agama yang dianutnya tersebut sesuai dengan perkembangan zaman.

2.       Konsep Tentang Tuhan
Di dalam konsep ketuhanan agama Jain tidak menerima adanya Tuhan, akan tetapi Jain tidak dapat dikatakan sebagai atheis akan tetapi lebih tepatnya non theis, karena agama Jain ini walau mereka tidak mempercayai adanya Tuhan akan tetapi mereka mengakui adanya keberadaan yang disebut dengan sang maha kuat, akan tetapi sang maha kuat itu sendiri adalah manusia.[4] Agama Jain mempercayai bahwa manusia, binatang, dan tumbuh – tumbuhan sudah terdiri dari badan dan ruh. Agama Jain mempercayai bahwa ruh itu kekal dan mengalami hukum pengembalian kembali dengan sendirinya.
Alasan Jain tidak mengakui adanya tuhan karena mereka menganggap bahwa Tuhan itu tidak penting karena manusia dengan kekuatannya sendiri pun dapat mencapai kelepasannya. Menurut agama Jain tuhan bukanlah pencipta dan penguasa dunia, akan tetapi dunia ini sudah ada dengan sendirinya.

3.      Konsep Tentang Alam
Di dalam konseep Alam agama Jain mempercayai adanya makhluk hidup, adanya makhluk yang tak hidup, adanya hubungan dari makhluk hidup dan yang tak hidup. Agama Jain membegi alam menjadi dua kategori yaitu zat yang hidup (jiva) dan yang tidak hidup (ajiva). Sedangkan ajiva mempunyai lima substansi yaitu Benda (pudgala), Dharma, Adharma, Ruang (akasa), Waktu (kala).
Dan kelima unsur ajiva itu disebut dengan enam dravya, substansi Dravya adalah zat yang ada dengan sendirinya dan bebas dari unsur – unsur lain. Sedangan unsur lain tidak akan ada tanpa substansi. Contoh: tanah sebagai substansi telah terdapat dari periuk yang terjadi dari tanah. Jadi, tanah selalu ada dan telah ada pada apa yang dihasilkannya, sedangkan periuk tidak dapat terjadi tanpa tanah.[5]
Substansi jva dan ajiva adalah kekal, tidak diciptakan, tidak ada mula dan akhirnya, jadi alam itu tidak ada sebab awal terjadinya, alam ini sudah ada dengan sendirinya.

4.      Konsep Karma, Samsara, dan Moksa
Agama Jain menerima adanya karma dan samsara, yang mana karma yaitu sebab akibat dari perbuatan manusia. Seperti jika kita berbuat baik maka cepat atau lambat perbuatan baik tersebut akan di balas dengan kebaikan, dan juga sebaliknya jika kita berbuat buruk maka kita pun akan menerima keburkan lagi. Karma dapat dibersihkan dengan pembersihan jiwa atau yang disebut dengan “Nijana” karma akan hilang dari jiwa jika proses nirjana tersebut berjalan lancer dan tanpa hambatan.
Karma adalah energy jiwa yang mana dengan energy tersebut menyebabkan penggabungan jiwa dengan benda dan kekotoran dari jiwa itu. Karma yang menjadi mata rantai dalam kesatuan antara tubuh dan jiwa.
Karma masuk kedalam jiwa melalui perbuatan manusia, maka untuk menahan aliran karma yang lainnya ke dalam jiwa, seseorang harus menutup saluran yang dapat dilalui oleh karma tersebut dengan cara memperhatikan tubuhnya, cara berbicara, dan akalnya dengan sunggunh – sungguh. Jadi seseorang tidak diperbolehkan untuk memikirkan dan mengingikan berbuat kejahatan. Jadi cara untuk menahan aliran tersebut dengan cara asketisme atau meditasi.
Setiap karma memiliki perbedaan dalam memberikan efek dan  cara untuk membersihkannya. Karma mempunyai enam warna atau disebut dengan “lesya”. Warna – warna ini memiliki wataknya masing – masing seperti warna hitam, biru, abu – abu menunjukan karakter yang jelek sedangkan kuning, merah, putih menunjukan kerakter yang baik.
Proses pembersihan karma disebut nirjana. Jika proses pembersihan ini berjalan secara teratur maka karma akan hilang dari jiwa, dan jika cara pembersihan ini berhasil terus menerus maka jiwa akan terasa ringan, karena sesunguhnya materi itu berat sedangkan karma itu adalah materi. Jika jiwa sudah ringan maka jiwa akan melambung terus ke atas menuju puncak alam semesta, dan di puncak alam semesta (moksa) tersebut adalah tempat tinggalnya jiwa – jiwa yang telah terbebaskan.[6]
Moksa pada agama jain tidak sama seperti hindu yang bersatunya atsman dengan Brahmana. Akan tetapi moksa dimaknai dengan jwa mencapai kesempurnaan yaitu menemukan kembali hakikatnya sebagai kesadaran murni, pengetahuan yang tak terbatas, ke kuatan yang tak terbatas dan kebahagiaan.

5.      Konsep Tentang Roh
 mahavira mrngajarkan bahwa hanya benda yang hidup yang mempunyai jiwa, tetapi juga semua benda seperti pohon, air, api dan tanaman juga mempunyai roh.
jiwa, menurut jainisme ada dua macam, yaitu jiwa yang masih terikat keduniawian (samsarin), dan jiwa yang telah terbebaskan (muktif). Jiwa yang masih terjerat kedunawian adalah jiwa yang masuk ke dalam  makluk hidup di dunia dan masih menjalani siklus kehidupan. Bahkan jika seseorang hidup perbuatanya jahat, dia bukan saja terlahir lagi dengan rupa makluk hidup, seperti badan babi, ular atau katak, bahkan mungkin dia akan terlahir menjadi wortel, biet, atau bawang.
jiwa yang telah terbebaskan adalah jiwa yang tidak  masuk lagi ke dalam siklus kelahiran Jiwa seperti ini telah mencapai kesucian absolut dan menempati kesempurnaan di puncak alam semesta; tidak lagi berhubungan dengan kejadian-kejadian duniawi karena telah mencapai nirwana, atau nirviki atau mukti.

C.     Praktek Keagamaan

1.      Asketisme
Jainisme sangat mementingkan asketisme, yang mana dicontohkan dalam perjuangan rohani Mahavira. Praktek asketik yang dicontohkan oleh Mahavira itu sangat keras dan ketat.  Yang paling utama adalah “jangan membunuh sesuatu yang hidup, atau melukainya, baik dengan kata – kata maupun pikiran atau perbuatan. Jangan membunuh binatang untuk dimakan, jangan berburu hewan, memancing ikan, membunuh nyamuk, menginjak cacing, dll, karena mereka memiliki jiwa.
           
Karena kemampuan manusia itu berbeda – beda dalam menjalankan agamanya maka dibagilah dua golongan yaitu: golongan khusus dan golongan umum.
    1. Golongan khusus yaitu pendeta – pendeta, orang – orang pertapa, yang kuat dan mampu melakukan ritual pelatihan jiwa yang berat dan melelahkan.
    2. Golongan umum yaitu mereka yang tidak melakukan ritual – ritual yang berat akan tetapi berkewajiban menyanggupi semua ajaran Jainisme dan beretika dengan akhlak dan perilaku orang – orang Jain dan bersedekah kepada para pendeta.

  1. Etika Jain
Etika Jain didasarkan pada tiga mustika jiwa, yang merupakan jalan menuju nirwana, yaitu kepercayaan yang benar, pengetahuan yang benar, dan kelakuan yang benar. Untuk kalangan pendeta ada lima sumpah yang disebut dengan lima sumpah agung (mahavrat). Sedangkan untuk kalangan awam lima sumpah tersebut lebih sederhana yang disesuaikan tingkat keawamannya yang dijabarkan dalam etika sehari – hari yaitu ada 12:


1.      Tidak pernah sengaja membunuh makhluk yang berorgan syaraf indra
    1. Tidak pernah berbohong
    2. Tidak mencuri
    3. Tidak berzinah
    4. Tidak tamak
    5. Menghindari godaan – godaan
    6. Membatasi jumlah barang yang digunakan sehari – hari
    7. Menjaga hal yang berlawanan dari kesalahan – kesalahan
    8. Menjaga periode – priode meditasi yang telah dicapai
    9. Mengamati priode – priode penolakan diri
    10. Memanfaatkan kesempatan sebagai pendeta
    11. Memberi sedekah.


        3.    Kewajiban Pendeta Jain
Mahavira telah menetapkan lima sumpah yang wajib dilaksanakan oleh para pendeta untuk memperoleh pengetahuan agung dan kebahagiaan abadi atau nirwana. Kesungguhan menjalankan sumpah tersebut yaitu diksa. Lima sumpah tersebut yaitu:
1.      Menghindari menyakitai dan membunuh makhluk hidup
2.      Tidak melakukan kebohongan dan selalu melakukan kebaikan
3.      Menghindari diri dari mencuri
4.      Menghindari perbuatan seksual dan keharusan tidak menikah
5.      Menghindari semua keinginan duniawi, khususnya keinginan memiliki peribadi.

Bagi orang awam, kelima sumpah tersebut sangat berat sekali, maka dari itu lima sumpah tersebut dinamakan sumpah agung (mahavrat). Akan tetapi orang awm pun harus melakukan lima sumpah tersebut tetapi tidak sama halnya dengan kaum pendeta, orang awam mereka melakukan sumpah tersebut tergantung dengan kondisi keawamannya. Maka dari itu untuk orang awan disebut dengan sumpah kecil (anuvrata).
Para pendeta yang sudah menetapkan diri untuk melaksanakan sumpah itu maka agar dapat bertahan dalam kondisi itu harus ditopang tujuh disiplin hidup, yaitu:
1.      Harus menjaga asvara/masuknya karma dalam jiwa, yang dilakukan dengan yoga.
2.      Untuk menghindari dosa harus memperhatikan 5 samiti, yaitu: berjalan hati-hati, berbicara, mengumpulkan sedekah, mengambil atau meletakan barang dan mengosongkan tubuh.
3.      Memiliki 10 kebajikan tertinggi (utamadharma), yaitu: kesabaran kelembutan hati, ketulusan hati, kesucian, rasa ikhlas, kesederhanaan, bebas dari duniawi, kemurnian hati.
4.      Merealisasikan kehidupan suci yang benar-benar, yang membutuhkan 12 refleksi yang disebut anupreksa (bhavana) yaitu tentang sifat kefanaan dari semua, ketidak berdayaan manusia, penderitaan didunia,dll.
5.      Menjaga jalan hidup yang benar untuk mencapai kesempurnaan hidup.
6.      Mengontrol tingkah laku yang terdiri dari 5 tingkatan: menyebabkan dosa, dan tingkatan tertinggi yang mengusahakan hilangnya karma sebagai langkah awal kebebasan abadi.
7.      Para pendeta melakukan kehidupan asketik atau kehidupan sederhana.[7]

      4.   Ritual
            Ada beberapa ritual yang sangat penting bagi agama jain yaitu:
  1. Samyika yaitu ritual berlatih ketenangan jiwa dengan cara duduk bermeditasi selama 48 menit
  2. Chaturvimshati yaitu pemujaan 24 Tirtankara setelah mencapai sambhav di samayik
  3. Vandan yaitu penghormatan kepada para pendeta dan guru
  4. Praktikramana yaitu pertobatan dengan mengakui dosa yang telah dilakukan serta menyesalinya
  5. Prathyakyana yaitu penolakan kegiatan tertentu untuk mengurangi karma
  6. Kayotsarya yaitu meditasi jiwa.

5.  Puasa
      Puasa dalam agama jain dilakukan pada hari – hari tertentu. Puasa dilakukan sebagi penebusan dosa, membersihkan badan dan fikiran sebagaimana Mahavira yang meluangkan waktunya untuk banyk berpuasa. Ada beberapa jenis puasa yaitu:
  1. Puasa penuh : tidak makan dan minum secara penuh dalam jangka waktu tertentu
  2. Puasa sebagian : makan lebih sedikit dari yang dibtuhkan untuk mencegah lapar
  3. Vruti Sankshepa : membatasi jenis makanan yang dimakan
  4. Rasa Parityaga : menghndari makanan yang disukai
  5. Puasa Agung : beberapa pendeta jain berpuasa berbulan bulan dalam sekali puasa.

6.  Hari – hari perayaan
            Ada beberapa festival keagamaan (parvas) dalam jainisme yaitu:
  1. Paryushana : festival ini dilakukan pada setiap tahun pemurnian diri dengan cara berpuasa, dalam sekte Svetambara selama 8 hari dan Digambara selama 10 hari berpuasa.
  2. Mahavira Jayanti : ulang tahun Mahavira, yang dilakukan pada hari ke13 dua minggu dari bulan Chaitra sekitar akhir maret/awal april. Penganutnya berkumpul dikuil untuk mendengarkan dari ajaran Mahavira.
  3. Diwali : Peringatan Mahavira mencapai nirwana, yang biasa dilakukan pada bulan oktober/november.
  4. Deepavali : “festival cahaya” yang melambangkan kemenangan baik dari yang buruk, lampu yang dinyalakan sebagai tanda perayaan serta harapan umat manusia, yang biasa dilakukan 5 hari berturut-turut, dan biasa terjadi pada oktober/november.

D.     Kesimpulan
Agama jain adalah agama yang terlahir akibat ketidak senangan sistem kasta dan kaum Brahman dalam agama Hindu, yang pada waktu itu kaum Brahman sangat berkuasa atas persembahan kepada dewa (korban), dan adanya sistem kasta yang membuat seseorang itu selalu dibatasi untuk melakukan sesuatu, seperti yang hanya dapat membaca kitab hanyalah golongan dari Brahmana (pendeta) selain itu tidak boleh. Agama Jain sama halnya dengan agama – agama lain, yang memiliki ajaran – ajaran pokok, seperti tentang kitab suci, konsep tentang Tuhan, konsep tentang alam, konsep tentang karma, samsara, dan moksa, konsep tentang roh.
Seperti kitab suci Agama Jain yang berupa kumpulan pesan, dan pidato dari Mahavira. Semua pesan dan pidato tersebut pada awalnya hanya disebarkan melalui lisan saja, akan tetapi seiring berjalannya waktu seluruh pesan dan pidato Mahavira tersebut dibukukan dan menjadi sebuah kitab suci yang bernama Siddhanta.
Agama Jain tidak menerima adanya tuhan, tetapi mereka masih mempercayai bahwasanya ada sesuatu yang maha kuat, akan tetapi yang maha kuat yang mereka maksud itu adalah manusia karena manusia lah yang dapat melakukan sesuatu, tanpa adanya campur tangan dengan yang lainnya untuk mencapai kelepasan.
Sama halnya dengan agama Hindu, agama Jain pun mempunya konsep tentang karma yang mana segala perbuatan itu pasti akan ada balasannya di dunia atau pun di hari akhir nanti, dan samsara adalah balasan dari perbuatan buruk tersebut, dan konsep moksa di agama Jain mengambil konsep dari agama Hindu, yang mana harus lah bersih sebelum mencapai moksa, yaitu dengan cara pembersihan karma yang disebut Nirjana.
Di dalam agama Jain terdapat ajaran – ajaran yaitu yang berupa Asketisme: mengikuti kehidupan Mahavira yang berperilaku baik, tidak berbohong, tidak memakan makhluk yang bernyawa, dll. Dan hal tersebut menjadi etika dalam agama Jain, seperti tidak boleh pelit, zinah, berbohong, dll.
Agama Jain mengajarkan pula tentang puasa, dan mereka membagi puasa itu: Puasa penuh : tidak makan dan minum secara penuh dalam jangka waktu tertentu, Puasa sebagian : makan lebih sedikit dari yang dibtuhkan untuk mencegah lapar, Vruti Sankshepa : membatasi jenis makanan yang dimakan, Rasa Parityaga : menghndari makanan yang disukai, Puasa Agung yaitu  pendeta jain berpuasa berbulan bulan dalam sekali puasa.
Dan ada pula beberapa perayaan di dalam agama Jain ini, paryushana yaitu perayaan yang di lakukan dengan cara berpuasa, Mahavira Jayanti yaitu perayaan atas kelahirannya Mahavira, Diwali yaitu peringatan akan Mahavira yang mencapai Nirwana, Deevapali yaitu festival cahaya, yang mana kemenangan atas kebaikan melawan kejahatan.




DAFTAR PUSTAKA

Damami Moechammad, Agama – agama Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988
Shalaby, Ahmad. Agama – agama Besar di India. Jakarta: Bumi Aksara, 1998
Nadroh, Siti, Syaiful Azmi. Agama – agama Minor. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013










[1] . Ahmad Shalaby, Agama – agama Besar di India, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), hal. 101
[2] .Ibid, hal. 110
[3] .Ibid, hal. 103                                                                                
[4] . Siti Nadroh, Syaiful Azmi, Agama – agama Minor, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013), hal. 68
[5] .Moechammad Damami, Agama – agama Dunia, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), hal. 163
[6] .Ibid, hal. 166
[7] .Ibid, hal. 176

Tidak ada komentar:

Posting Komentar